Tuesday, April 3, 2012

Secerdas Einstein?

Siapa tak kenal Einstein? Manusia yang konon kabarnya adalah manusia tercerdas yang pernah tercatat sejarah. Kejeniusannya terbukti dengan dirumuskannya teori relativitas E = mc ². Bahkan setelah kematiannya, otak Einstein diotopsi untuk mengetahui asal-muasal kejeniusannya. 


Einstein meninggal pada usia yang cukup tua, 76 tahun. Detik-detik sebelum kematiannya, Einstein berwasiat agar mayatnya dikremasi saja agar kelak tulang belulangnya tidak usah disembah-sembah. Einstein meninggal pada tanggal 18 April 1955 akibat pembengkakan pembuluh darah aorta pecah perut, dan ia mendapatkan keinginannya. Abunya tersebar di lokasi yang dirahasiakan tapi otak Einstein diambil sebagai bahan riset. Para ahli mungkin beranggapan otak Einstein terlalu berharga untuk menjadi abu.


Otopsi terhadap otak Einstein dilakukan oleh seorang ahli Patologi dari Princenton Hospital bernama Thomas Harvey. Keberadaan otak Einstein juga dirahasiakan dan Harvey mengaku mendapatkan izin dari anak Einstein untuk melakukan penelitian terhadap otak Einstein tersebut dan hasilkan akan dipublikasikan di jurnal. Namun, bertahun-tahun setelah kematiannya, hasil penelitian terhadap otak Einstein tidak pernah dipublikasikan melalui jurnal.


Alkisah, saat Albert Einstein lahir, ibunya sangat terkejut karena kepala anaknya besar dan meruncing.  Namun, saat meninggal, ternyata otaknya tidak lebih besar daripada laki-laki lain seusianya. Thomas Harvey menimbang  berat otak Einstein seberat 1,22 kg (2,7 pound). Kemudian otak tersebut difoto oleh harvey lalu dipotong menjadi 240 potong lalu disimpan dalam celloidin, sesuai dengan tehnik dan prosedur umum pelestarian dan studi otak.[Sumber : Montagne]. Namun untuk sekian lamanya, penelitian Harvey belum menemukan sesuatu yang menarik untuk dipublikasikan.


Hingga akhirnya pada tahun 1984,Dr. Marian Diamond seorang peneliti di Universitas Barkeley mempelajari plasitisitas otak tikus. Dr. Diamond menemukan bahwa tikus pintar di sebuah lingkungan lebih banyak memiliki sel glial yang menghubungkan neuron mereka dan ingin membuktikan apakah otak Einstein membuktikan hal yang sama.


Sel bantal glial memberikan lebih banyak nutrisi ke neuron, akibatnya sel-sel otak yang berkomunikasi lebih banyak dan lebih sibuk. Sel glial juga bertidak seperti menjadi 'pelayan rumah tangga' untuk neuron. Aktivitas otak yang begitu padat menyebabkan 'sampah' yang cukup banyak dalam bentuk ion kalium. 'Sampah' ion kalium ini tertumpuk di luar neuron dan 'sampah' tersebut hanya bisa terbuang apabila neuron berhenti berkomunikasi satu sama lain. Nah, sel glial inilah yang berfungsi untuk membersikan 'sampah' ion kalium tersebut dan juga mneyerap 'sampah' neotransmitter lain yang mungkin menyumbat saluran komunikasi neuron. Ketika Diamond menerima potongan otak Einstein, ia menyatakan bahwa dalam otak Einstein terdapat rasio yang lebih tinggi sel glial ke neutron dibandingkan 11 otak lain yang sedang ditelitinya. Ia berhipotesis bahwa jumlah sel glial meningkat karena metabolisme tinggi Einstein dalam memakai otaknya [Sumber : Burrel].


Namun, banyak pihak mengatakan bahwa penelitian Diamond tidak lebih dari sebuah penelitian ngawur. Satu sel glial terus membelah sepanjang hidup seseorang, jadi sangat wajar Einstein yang meninggal pada usia 76 tahun memiliki lebih banyak sel glial dibandingkan dengan orang-orang yang lebih muda [Sumber : Herskovits]. Selain itu otak-otak pembanding yang dijadikan bandingan otak Einstein asal-usulnya kurang jelas dan tidak ada data mengenai siapa pemilik otak-otak pembanding tersebut, kesehatan syaraf dan tingkat IQ mereka semasa hidup.


Misteri belum terpecahkan
Hasil penelitian Dr. Diamond memang mendapatkan sambutan yang luar biasa, namun lebih banyak menuai kritikan tajam daripada pujian. Tahun 1996, seorang peneliti dari Universitas Alabama, Britt Anderson mempublikasikan hasil penelitian lain mengenai otak Einstein. Anderson menemukan bahwa korteks frontal Einstein lebih kecil (kurus) daripada orang pada umumnya namun memiliki neuron yang lebih padat. Anderson menanyakan kepada Thomas Harvey apakah ia telah mempelajari apakah korteks yang lebih ramping dan padat menjelaskan juga perbedaan otak laki-laki dan perempuan. Otak laki-laki memiliki volume lebih besar, namun otak perempuan memiliki neuron yang lebih padat dan dikemas erat sehinnga dapat berkomunikasi lebih cepat. Harvey kemudian mengajak Anderson untuk bekerjasama lebih dalam meneliti otak Einstein.


Sandra Witelson, seorang peneliti di McMaster melakukan argumentasi terhadap hasil penelitian tersebut. Berdasarkan penelitian Witelson yang difokuskan pada studi lobus temporal dan parietal, celah Sylvian (Sylvian Fisura) pada otak Einstein sebagian besar tidak ada. Celah Sylvian memisahkan lobus parietalis menjadi 2 kompartemen yang berbeda, dan tanpa celah ini, lobus parietalis Einstein 15 persen lebih lebar daripada rata-rata otak umunya [Sumber : Witelson,et al]


Secara signifikan Lobus Parietalis bertanggung jawab terhadap kemampuan matematika, penalaran spasial dan visualisasi 3 dimensi. Hal ini sepertinya menjelaskan pola pikir Einstein sendiri, yaitu mampu menjelaskan      gambar/visual ke dalam kata-kata. Orang yang menemukan teori relativitas dengan membayangkan naik pada sinar cahaya melalui ruang melihat ide-idenya dalam gambar dan kemudian menemukan bahasa untuk menggambarkan mereka [Sumber : Lemonick].


Menurut Witelson, kurangnya celah Sylvian menyebabkan sel-sel otak menjadi lebih dekat satu sama lain. Struktur otak tersebut mungkin ada hubungannya dengan kemampuan bicara Einstein yang lambat. Justru sepertinya 'cacat' dalam otak Einstein menyebabkan Einstein memiliki kemampuan luar biasa di bidang tertentu. 


Pada titik ini, belum ada satu pun ilmuwan yang cukup tahu secara pasti bagaimana kerja otak dan apakah pekerjaan Witelson dapa diterima sebagai kebenaran atau hanya teori saja. Karena pada umumnya, otak Einstein terlihat normal seperti otak orang kebanyakan. 


Hingg akhir hidupnya pada tahun 2007, Harvey belum bisa secara pasti mengungkapkan misteri otak Einstein. Hingga sekarang, Einstein dan misteri otaknya masih menjadi misteri, hingga saat ini.


(Dikumpulkan dari beragam sumber)


No comments:

Post a Comment